PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PjBL)

Pengertian Pembelajaran Berbasis Proyek

Manusia merupakan makhluk yang paling kompleks dibanding makhluk lainnya. Berbeda dengan binatang dan tumbuhan yang hanya bergantung pada aspek biologisnya semata. Manusia memiliki akal budi yang telah diberikan Tuhan kepadanya agar bisa menentukan sendiri arah hidupnya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Apakah ia ingin menjadi lebih baik, ataukah malah sebaliknya. Dalam hal ini, tentu kehidupan yang bersifat stagnan atau bahkan turun sangatlah bertolak belakang dengan tujuan hidup yang luhur yaitu menjadi manusia paripurna.

model pembelajaran pjbl

Banyak ahli sepakat bahwa manusia memiliki properti yang sangat lengkap untuk menjadikannya sebagai makluk yang paling unggul. Salah satu keistimewaannya yaitu memiliki potensi. Melalui pengembangan potensi yang dimiliki manusia secara menyeluruh. Tentu manfaat yang dirasakan manusia itu sendiri akan jauh lebih berharga ketimbang hanya memuaskan nafsu biologis. Namun, proses pengembangan potensi memang tak semudah membalikkan telapak tangan. Manusia dengan segenap keunikannya harus difasilitasi sebuah wadah yang mampu menggodok potensinya agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Oleh karena itu, upaya untuk menanggapi hal tersebut peran pendidikan sangatlah penting, khususnya dalam merumuskan sejumlah rancangan khusus yang mampu mengembangkan masyarakat menjadi manusia dewasa. Dengan kata lain, harapan bagi pendidikan tidak lagi dipandang sebagai wadah bagi pengembangan potensi semata, melainkan berguna juga untuk kepentingan masyarakat dalam menghadapi perubahan zaman yang semakin progresif.

Meskipun demikian, melihat fakta dan temuan di lapangan, beberapa sekolah yang berdiri masih saja menggandrungi pola-pola pendidikan yang sederhana. Berbagai solusi yang telah ditawarkan oleh lembaga pendidikan masih saja dinilai stagnan bahkan mengalami regresi yang cukup mengkhawatirkan. Seperti pada hasil penelitian Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) menunjukkan bahwa indeks layanan pendidikan di Indonesia pada tahun 2016 berada pada peringkat lebih rendah daripada Filipina dan Ethiopia. Dari lima indikator yang diukur dalam penelitian Right to Education Index (RTEI), yang meliputi governance, availability, accessibility, acceptability, dan adaptability, Indonesia mendapatkan skor 77.

Seiring dengan perkembangan abad ke-21, pendidikan di Indonesia pun mulai merevisi kembali sistem pendidikan dalam praktik pendidiknya sebagai upaya dalam mengimbangi perubahan zaman. Sebagaimana yang telah dijelaskan pada BAB 2 Buku tentang Kriteria Buku dalam KK 2013 point 4 yaitu setiap buku memuat model pembelajaran dan project yang akan dilakukan siswa. Masih dalam rujukan yang sama, Kemendikbud pun menyebutkan bahwa setiap pembelajaran menggunakan pendekatan saintifik untuk meningkatkan kreativitas siswa antaralain mengamati, menanya, mencoba, menalar, mencipta, dan mengomunikasikan (Kemendikbud, 2014). Hal ini dianggap sebagai upaya yang inovatif untuk mengatasi permasalahan mengenai lingkungan belajar. Dengan demikian, salah satu konsep pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan abad ke-21 adalah model PjBL.

Memahami lebih jauh sejarah konsep PjBL, kemunculannya berawal dari adanya persoalan yang terjadi di lingkungan persekolahan, salah Satunya yaitu kejenuhan siswa di sekolah yang disebabkan oleh sistem pengajaran yang masih tradisional. Namun hal ini menjadi hal yang lumrah diterima oleh sebagian kalangan pendidikan. Bahkan banyak dari mereka cenderung menganggap bahwa kebosanan tidak menjadi masalah bagi siswa terbaik.

Pada tahun 1980-an dan 1990-an, peneliti pendidikan semakin menyadari bahwa ketika siswa merasa bosan dan tidak berpengalaman, mereka cenderung tidak belajar (Blumenfeld, dkk., 1991). Selanjutnya, studi tentang pengalaman siswa, menemukan bahwa hampir semua siswa bosan di sekolah, bahkan orang-orang yang mendapat nilai tes standar (Csikszentmihalyi, Rathunde, dan Whalen, 1993). Pada sekitar tahun 1990, menjadi jelas bagi peneliti pendidikan bahwa masalahnya bukanlah kesalahan para siswa, melainkan ada yang salah dengan struktur sekolah. Jika kita bisa menemukan cara untuk melibatkan siswa dalam pembelajaran mereka, untuk merestrukturisasi kelas sehingga siswa termotivasi untuk belajar, hal ini akan menjadi perubahan yang drastis.

Selanjutnya, sekitar tahun 1990 penilaian baru terhadap mahasiswa telah menunjukkan bahwa pengetahuan yang mereka dapatkan di sekolah menengah tetap pada tingkat yang dangkal. Bahkan siswa dengan nilai terbaik sekalipun, mereka yang berada di perguruan tinggi atas, sering kali tidak memperoleh pemahaman konseptual material yang lebih dalam mengenai materi baik dalam sains, sastra, atau matematika (Gardner, 1991).

Memahami pergolakan pada abad ke-19, para ilmuan bidang pengetahuan menanggapinya dengan memberikan solusi potensial untuk masalah kelemahan sistem pembelajaran di sekolah. Mereka berusaha mengungkap struktur kognitif pemahaman konseptual yang lebih dalam, menemukan prinsip-prinsip yang mengatur pembelajaran, dan membuktikan secara rinci sekolah yang mengajarkan pengetahuan yang dangkal daripada pengetahuan yang lebih dalam. Hingga kemudian mereka mengembangkan jenis kurikulum baru, dengan tujuan untuk meningkatkan keterlibatan siswa dan membantu mereka mengembangkan pemahaman ide-ide penting yang lebih dalam. Salah satu kontribusinya yang paling berpengaruh adalah PjBL (Blumenfeld, dkk., 2000, Krajcik, dkk., 1994 dalam Krajcik dan Blumenfeld, 2006).

Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

PBL bukan merupakan model pembelajaran yang baru, namun sudah dikembangkan para ahli sejak lama. Hal ini karena PBL menunjukkan beberapa keistimewaan dibandingkan model pembelajaran lainnya. Pembelajaran dengan PjBL lebih mirip dengan permainan, karena para siswa berinteraksi langsung dengan alat dan bahan untuk kegiatan proyek. Keadaan ini sangat cocok diterapkan pada semua siswa, terutama siswa Sekolah Dasar (SD). Hal ini karena umumnya siswa SD termotivasi untuk belajar dan melakukan pekerjaan yang baik di sekolah sambil bermain. Mereka datang ke sekolah dengan keinginan alami untuk belajar mengenai dunia sekitar melalui permainan dan mereka ingin dapat membaca, menulis, dan menggunakan angka. Mereka juga cenderung menyukai dan ingin menyenangkan guru. Hasil penelitian yang dilakukan Goodman (2010) menunjukkan beberapa kelebihan dari PjBL sebagai berikut.

I. Lebih efektif daripada pembelajaran konvensional dalam meningkatkan prestasi akademik pada tes penilaian yang diselenggarakan oleh negara setiap tahun.

2. Lebih efektif untuk digunakan dalam pembelajaran matematika, ekonomi, sains, ilmu sosial, keterampilan medis, klinis, dan untuk karier dalam pekerjaan dan pengajaran kesehatan.

3. Lebih praktis daripada pembelajaran konvensional dan memberikan retensi dalam jangka panjang, pengembangan keterampilan dan memberikan kepuasan pada siswa serta guru.

4. Lebih berguna daripada pembelajaran konvensional untuk mempersiapkan siswa dalam mengintegrasikan dan menjelaskan konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

5. Sangat efektif bagi siswa dengan kemampuan akademik rendah

6. Dapat membekali penguasaan keterampilan siswa dalam rangka menyongsong abad ke-21, seperti pemikiran kritis, komunikasi, kolaborasi, kreativitas, dan inovasi.

7. Bermanfaat untuk semua pelajaran dan untuk semua tingkatan pendidikan.

Keunggulan lainnya dari model PJBL ini dikemukakan McDonell (2007) yakni model ini diyakini mampu meningkatkan kemampuan:

1. mengajukan pertanyaan, mencari informasi dan menginterpretasi informasi yang mereka lihat, dengar, atau baca:

2. membuat rencana penelitian, mencatat temuan, berdebat, berdiskusi, dan membuat keputusan,

3. bekerja untuk menampilkan dan mengkonstruksi informasi secara mandiri:

4. berbagai pengetahuan dengan orang lain, bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan mengakui bahwa setiap orang memiliki keterampilan tertentu yang berguna untuk proyek: serta

5. menampilkan semua disposisi intelektual dan sosial untuk memecahkan masalah dunia nyata.

Sementara itu, dalam Kemendikbud (2014) disebutkan beberapa keunggulan dari PjBL dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

1. meningkatkan motivasi belajar siswa:

2. meningkatkan kemampuan pemecahan masalah,

3. membuat siswa menjadi lebih aktif dan dapat memecahkan masalah-masalah yang kompleks:

4. meningkatkan kolaborasi,

5. mendorong siswa untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan berkomunikasi,

6. meningkatkan keterampilan mengelola sumber,

7. memberi pengalaman kepada siswa dalam mengorganisasi proyek, mengelola sumber dan mengalokasikan waktu,

8. menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan siswa secara langsung:

9. melibatkan siswa untuk belajar mengambil informasi, menunjukkan pengetahuan yang dimiliki, dan mengimplementasikan pada dunia nyata.

Meskipun model PjBL ini memiliki keunggulan yang luar biasa dalam pembelajaran di sekolah, namun tetap saja model ini juga memiliki kelemahan, antara lain:

1. memerlukan banyak waktu dan biaya, sehingga banyak di antara para guru yang enggan menggunakan PjBL dalam pembelajaran, 2. memerlukan banyak media dan sumber belajar untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,

3. memerlukan guru dan siswa yang sama-sama siap belajar dan berkembang, sementara kebiasaan guru yang sudah terbiasa santai merasa enggan untuk berinovasi:

4. ada kekhawatiran siswa hanya akan menguasai satu topik tertentu yang dikerjakan: 5. tujuan pembelajaran yang bersifat kognitif lebih sulit dicapai.

Adapun kekurangan lainnya dari PjBL dijelaskan Kemendikbud (2014), yaitu:

1. memerlukan banyak waktu untuk menyelesaikan masalah:

2. membutuhkan biaya yang cukup banyak:

3. banyak guru yang merasa nyaman dengan kelas tradisional,

4. banyak peralatan yang harus disediakan,

5. siswa yang memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan mengalami kesulitan,

6. ada kemungkinan terdapat siswa yang kurang aktif dalam kerja kelompok,

7. ketika topik yang diberikan berbeda, dikhawatirkan siswa tidak memahami topik secara keseluruhan.

Prinsip-prinsip Model PjBL

Sebagai model pembelajaran yang mengutamakan kegiatan siswa secara nyata, PjBL harus memiliki prinsip-prinsip dasar yang pokok yang ditujukan kepada siswa. Prinsip PjBL menurut Thomas (dalam Wena, 2014) diuraikan sebagai berikut.

1. Sentralitas (Centrality)

Proyek merupakan pusat dari strategi pembelajaran yang dimiliki model pembelajaran Project-Based Learning. Dengan kata lain, kerja proyek bukan merupakan praktik tambahan dan aplikasi praktis dari konsep yang sedang dipelajari, melainkan menjadi sentral kegiatan pembelajaran siswa di kelas. Secara sederhana, dalam pembelajaran Project-Based Learning, proyek adalah strategi pembelajaran, siswa mengalami dan belajar konsep-konsep inti suatu disiplin ilmu melalui proyek.

2. Pertanyaan Pendorong/Penuntun (Driving Guestion)

Kerja proyek berfokus pada "pertanyaan atau permasalahan” yang dapat mendorong siswa untuk berjuang memperoleh konsep atau prinsip utama suatu bidang tertentu. Hal ini mampu melahirkan kemandirian siswa dalam mengerjakan tugas-tugas selama proses pembelajaran.

3. Investigasi Konstruktif (Conseructive Investigation)

Prinsip ini merupakan proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan, yang menganduk kegiatan inkuiri, pembangunan konsep, dan resolusi. Dalam investigasi memuat proses perancangan, pembuatan keputusan, penemuan masalah, pemecahan masalah, discovery, dan pembentukan model. Di samping itu, proses transformasi dan konstruksi harus terjadi pula dalam proses pembelajaran yang berlangsung. Bila kerja proyek atau masalah tidak menimbulkan masalah bagi siswa, artinya kerja proyek itu sekadar latihan. Oleh sebab itu, perlu adanya profesionalitas seorang guru dalam merancang kerja proyek siswa yang mampu memunculkan kegelisahan siswa terhadap masalah yang akan mereka hadapi.

4. Otonomi (Autonomy)

Project-Based Learning bisa diartikan sebagai kemandirian siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran, yaitu bebas menentukan pilihannya sendiri, bekerja dengan minimal supervise dan bertanggung jawab. Dengan demikian, lembar kerja siswa, panduan kerja praktikum, dan lainnya hanyalah sebagai sarana mereka atau perangkat bantu agar mereka mampu menyelesaikan kerja proyek yang mereka laksanakan.

5. Realistis (Realism)

Project-Based Learning harus dapat memberikan nuansa realistis kepada siswa, termasuk dalam memilih topik, tugas, dan peran konteks kerja, kolaborasi kerja, produk, pelanggan, maupun standar produknya. Hal ini ditujukan kegiatan kerja proyek dapat meningkatkan motivasi, kreativitas, sekaligus kemandirian siswa dalam pembelajaran.

Karakteristik PjBL

Model Pembelajaran PjBL merupakan model pembelajaran yang menggunakan proyek sebagai media belajar sekaligus strategi belajar siswa. Dalam hal ini, peranan guru dalam merancang sebuah grand design sangatlah utama. Mulai dari merencanakan kegiatan, materi, sampai evaluasi atau penilaian. Segala upaya yang dilakukan oleh guru ini, bertujuan untuk memfasilitasi proses PjBL agar berjalan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, dibutuhkan kejelian seorang guru dalam memilih sebuah model pembelajaran untuk mengatasi permasalahan pendidikan yang terjadi khususnya pada kesulitan siswa dalam memahami konsep ilmu. Hal tersebut sesuai dengan yang dikemukakan Boss dan Kraus (dalam Abidin, 2016) bahwa PjBL merupakan sebuah model pembelajaran yang menekankan pada aktivitas siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan di sekolah, maupun dalam kehidupan yang bersifat openended, serta dapat mengaplikasi pengetahuan mereka ke dalam mengerjakan sebuah proyek untuk menghasilkan sebuah produk tertentu.

Selanjutnya, MacDonell (dalam Abidin, 2016) mengemukakan bahwa proses PjBL berimplikasi terhadap penguasaan sebagian atau keseluruhan kemampuan berpikir kritis, bekerja, berkehidupan, dan kemampuan lainnya. Selain itu, melalui tugas berbasis proyek yang dilakukan siswa secara langsung dan nyata. Dengan demikian, secara khusus karakteristik PjBL antara lain:

1. melibatkan siswa secara langsung dalam pembelajaran,

2. menghubungkan pembelajaran dengan dunia nyata.

3. dilaksanakan dengan berbasis penelitian

4. bersatu dengan pengetahuan dan keterampilan:

5. dilakukan dari waktu ke waktu:

6. diakhiri dengan sebuah produk.

Sementara itu, karakteristik model PjBL yang tertuang dalam Kemendikbud (2013) diuraikan sebagai berikut.

1. Siswa membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.

2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada siswa.

3. Siswa mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang diajukan.

4. Siswa secara kolaboratif bertanggung jawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan.

5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinu.

6. Siswa secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.

7. Produk akhir aktivitas belajar akan di evaluasi secara kualitatif.

8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.

Sintaks Model PjBL

Sama halnya seperti model pembelajaran lainnya, model PjBL ju memiliki tahapan atau sintaks tertentu agar mudah diaplikasikan Ola guru dalam pembelajaran di sekolah. Kemendikbud (2013) mengajuk Sintaks PjBL dalam pembelajaran terdiri dari 6 fase,yaitu:

1. Fase 1: Mengamati Fenomena, pada tahap ini siswa mengamati sumber masalah yang terjadi di lingkungan sekitar atau melalui media pembelajaran dan menanggapi berbagai pertanyaan yang diajukan.

2. Fase 2: Menentukan Pertanyaan Mendasar, pada tahap ini siswa mengidentifikasi masalah dan membuat rumusan masalah dalam bentuk pertanyaan.

3. Fase 3: Mendesain Perencanaan Proyek, pada tahap ini secara kolaboratif siswa menyusun langkah-langkah tepat untuk sebuah proyek yang akan mereka laksanakan.

4. Fase 4: Menyusun Jadwal Proyek, pada tahap ini siswa menyusun jadwal pelaksanaan proyek. Mulai dari jadwal awal kegiatan proyek, jadwal kunjungan bila perlu, dan jadwal lainnya.

5. Fase 5: Memonitor Siswa dan Kemajuan Proyek, pada tahap ini siswa mulai membuat produk sebagaimana rencana yang telah dilakukan sebelumnya. Sedangkan tugas guru hanya memonitoring kemajuan pengerjaan siswa dalam membuat proyek.

6. Fase 6: Menguji Hasil dan Mengevaluasi Pengalaman, pada tahap terakhir ini Siswa mengumpulkan semua data-data hasil proyek, kemudian dibuat catatan secara singkat ataupun berupa laporan kegiatan sederhana kemudian dipresentasikan bersama kelompok atau individu. Bisa juga laporan hasil proyek dibuat dalam bentuk pamflet, atau media informasi lainnya. Selain itu, guru dan siswa berkolaborasi untuk mengevaluasi seluruh kegiatan proyek yang telah dilaksanakan.

Demikianlah artikel tentang pembelajaran berbasis proyek. Semoga bisa bermanfaat untuk para pembacanya.

0 Response to "PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PjBL)"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel